
Proses dan Momen “Tok!” Pengesahan RUU Haji
wongjateng.com – Hari Senin, 25 Agustus 2025 bahkan jadi tanggal bersejarah: DPR RI resmi menyetujui Rancangan Undang‑Undang tentang Perubahan atas UU Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah untuk disahkan menjadi undang‑undang—alias resmi lahir sebagai UU. This is a big deal banget!
Dalam rapat Komisi VIII, seluruh fraksi sepakat—dengan suara bulat—untuk membawa perubahan ini ke rapat paripurna secepat kilat, and guess what? Menteri Hukum sudah bilang bakal diteruskan ke perpres pembentukan Kementerian Haji dan Umrah.
Menariknya, transformasi ini bukan sekadar ganti nama. BP Haji yang selama ini hanya berbentuk badan, sekarang disokong status lembaga setingkat kementerian yang memiliki kekuatan legal dan administratif lebih besar.
Langkah ini ditujukan untuk mencegah kekacauan wewenang antara Kemenag dan BP Haji—dan menyiapkan kelembagaan supaya siap full operating mulai musim haji 2026.
Apa Saja yang Berubah? Detailnya, Bro!
Perubahan nomenklatur dari “badan” ke “kementerian” bukan sekadar rebranding. Dalam revisi atau RUU yang disetujui:
-
BP Haji menjadi lembaga setingkat kementerian, jelas diatur di Pasal 1A—sebuah terobosan hukum yang bikin statusnya makin kuat.
-
Juga diatur soal pembentukan cabang kelembagaan hingga kecamatan, yang bikin pelayanan jemaah bisa lebih dekat dan efisien.
-
Untuk urusan teknis seperti visa haji—dikelompokkan menjadi visa kuota dan non‑kuota. Plus, pengajuan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) jadi lebih terstruktur dan diskusinya akan dimulai lebih awal, agar lebih terencana.
Masih ada pula kebijakan soal pengurangan TPHD (Tim Petugas Haji Daerah) dan efisiensi jumlah petugas demi transparansi.
Secara umum, perubahan ini dimaksudkan untuk mempercepat keputusan birokrasi, buat pelayanan lebih transparan, serta memperkuat pertanggungjawaban administratif terhadap jemaah.
Kenapa Ini Penting Buat Jemaah dan Negara?
Pertama, pelayanan jadi lebih responsif. Dengan kementerian khusus, koordinasi antar-lembaga, termasuk daerah sampai kecamatan, jadi lebih mulus.
Kedua, legalitas dan otoritas lebih kuat. Status kementerian bikin kelembagaan BP Haji “legally bulletproof” dibanding dulu cuma perpres.
Ketiga, akuntabilitas meningkat drastis. Semua kebijakan—mulai dari biaya, kuota, hingga penugasan petugas—menjadi lebih transparan dan dapat dipertanggungjawabkan.
Targetnya, periode haji 2026 bisa dilayani sepenuhnya oleh Kementerian Haji dan Umrah dengan kesiapan struktural, SOTK, dan SDM yang sudah disiapkan sejak dini.
Kesimpulan & Rekomendasi
Pengesahan RUU Haji menjadi undang‑undang ditandai dengan transformasi besar BP Haji menjadi Kementerian Haji dan Umrah. Ini langkah revolusioner dalam tata kelola haji nasional yang menjanjikan pelayanan lebih cepat, transparan, dan profesional.
Yang perlu dilanjutkan:
-
Pemerintah harus segera terbitkan Perpres sebagai aturan turunan untuk susunan organisasi dan tata kerja kementerian baru.
-
Sosialisasi ke publik dan stakeholder wajib dilakukan supaya jemaah tahu perubahan struktur dan manfaatnya.
-
Pemangkasan TPHD serta penguatan sistem harus dibarengi evaluasi agar kualitas pelayanan tetap terjaga meski efisiensi ditingkatkan.