
wongjateng.com – Kabar duka datang dari Yogyakarta: Rheza Sendy Pratama, mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Amikom, dinyatakan meninggal dunia setelah sempat dilarikan ke RSUP Dr Sardjito dalam kondisi kritis. Di artikel ini, kita bakal mengulas secara komprehensif soal penjelasan pihak rumah sakit dan kondisi Rheza sebelum meninggal—biar kamu paham betul apa yang terjadi.
Kronologi Kedatangan Rheza ke RSUP Dr Sardjito
Rheza tiba di RSUP Dr Sardjito pada Minggu pagi, 31 Agustus 2025, sekitar pukul 06.30 WIB, dalam kondisi kritis dan tidak sadar. Begitu datang, tim medis langsung melakukan Resusitasi Jantung Paru (RJP) secara maraton—sekitar 30 menit upaya dilakukan.
Tak lama setelah itu, sekitar pukul 07.06 WIB, rumah sakit menyatakan Rheza meninggal dunia, meski sempat ada tanda kehidupan ketika tiba di RS.
Penanganan Medis & Diagnosis RS
RSUP Dr Sardjito memang melakukan upaya maksimal. Tim medis langsung melakukan RJP begitu Rheza tiba. Diagnosa awal pihak rumah sakit menyatakan bahwa penyebab kematian adalah cardiac arrest (henti jantung). Karena keluarga menolak dilakukan visum/autopsi, penyebab resmi tidak bisa ditegakkan lebih lanjut.
Kondisi Fisik Jenazah & Penolakan Autopsi
Berdasarkan pengakuan sang ayah, Yoyon Surono, saat memandikan jenazah Rheza, ditemukan sejumlah luka serius. Antara lain:
-
Leher yang terlihat patah
-
Bekas injakan sepatu PDL di perut kanan
-
Sayatan yang mirip bekas pukulan (“kayak bekas digebuk”)
-
Bagian kepala yang bocor, wajah, tangan, dan punggung dengan banyak luka memar dan lecet
Meski pihak kepolisian sempat menawarkan autopsi untuk memperjelas penyebab kematian, keluarga menolak. Mereka memilih pasrah dan menganggap kejadian ini sebagai musibah, bukan masalah hukum.
Sikap Kampus dan Polda DIY
Pernyataan dari Kampus Amikom
Wakil Rektor III Amikom, Ahmad Fauzi, menyatakan pihak kampus masih melakukan investigasi internal untuk memahami kronologi Rheza sebelum meninggal. Ditegaskan bahwa aksi yang diikuti Rheza bukan kegiatan resmi kampus, tapi bersifat personal, sehingga kampus belum punya data lengkap.
Sikap Kapolda DIY
Kapolda DIY, Irjen Pol. Anggoro Sukartono, menyampaikan ke rumah duka sebagai bentuk duka cita. Ia menyatakan kepolisian siap membuka proses hukum bila keluarga nanti berubah pikiran dan ingin penyidikan resmi dilakukan. Namun saat ini, keluarga menyatakan menerima kepergian Rheza secara ikhlas dan menolak ekshumasi atau pelaporan.
Reaksi Publik & Solidaritas
Kematian Rheza memicu simpati dan keprihatinan luas. Ribuan warga dan teman seangkatannya datang menghadiri prosesi pemakaman pada Minggu siang. Tagar seperti #RhezaSendyPratama dan #JusticeForRheza lalu viral di media sosial, menjadi simbol bahwa masyarakat menuntut transparansi dan keadilan.
Penutup – Apa Langkah Selanjutnya?
Kejadian meninggalnya Rheza Sendy Pratama mengisyaratkan dua hal penting:
-
Perluannya klarifikasi lebih dalam, baik secara medis maupun hukum, meski pihak keluarga belum menghendaki autopsi atau pelaporan.
-
Pentingnya sinergi antar pihak—RS, kampus, keluarga, dan aparat—untuk mencegah kejadian serupa terjadi lagi dan memastikan keadilan.
Meski ini adalah tragedi yang memilukan, setidaknya kisah Rheza bisa menjadi momentum refleksi bersama: apakah sistem kita sudah cukup melindungi mahasiswa yang menyatakan pendapat secara damai?