Aliansi Perempuan Indonesia Demo di Depan DPR, Kompak Pakai Pink Lawan Kekerasan Negara
wongjateng.com – Begitu mendengar ada demo di depan Gedung DPR, kamu kira biasa. Tapi kali ini beda: Aliansi Perempuan Indonesia (API) kompak pakai baju pink, membawa sapu lidi, dan menyuarakan tuntutan serius soal kekerasan negara dan pemborosan uang rakyat. Demo ini bukan sekadar aksi—tapi simbol solidaritas, keberanian, dan kritik tajam pada penguasa. Yuk kita ulas detailnya.
Simbol Pink dan Sapu Lidi: Bahasa Aksi yang Nggak Biasa
Warna pink mendadak jadi statement yang kuat. Kenapa? Warna ini bukan cuma terlihat manis—tapi juga mewakili keberanian perempuan Indonesia yang selama ini dianggap lembek atau pasrah. API memilih pink sebagai simbol kebangkitan. Menurut salah satu peserta, pink itu menggambarkan marah tapi tetap penuh kasih—tidak brutal, tapi pasti mengakar.
Selain itu, mereka juga bawa sapu lidi. Alat sederhana yang biasanya dipakai di rumah tiba‑tiba sehebat simbol—artinya, mereka mau “menyapu bersih” kekerasan, korupsi, dan berbagai ketidakadilan yang meremukkan demokrasi. Sapu lidi itu inspirasinya dari Ibu Ana, emak-emak yang dulu pernah berdiri di depan aparat sambil bawa sapu lidi waktu demo.
Aksi Damai, Tuntutan Tegas—Apa Saja yang Disuarakan?
Aksi dimulai sekitar pukul 10 pagi di depan Gerbang DPR, Jakarta. Sekitar 200–500 orang dari API hadir, mayoritas perempuan tapi ada juga laki‑laki yang mendampingi. Mereka orasi dari mobil komando, dibantu penerjemah bahasa isyarat.
Tuntutan API banyak. Singkatnya, berikut enam poin utama:
-
Presiden Prabowo dihimbau mencabut instruksi yang memicu kekerasan negara.
-
Tarik mundur keterlibatan TNI dan Polri dalam penanganan unjuk rasa.
-
Kapolri Listyo Sigit diminta mundur, dan seluruh tahanan aksi dibebaskan tanpa syarat.
-
Putus dolehan kriminalisasi terhadap rakyat, aktivis, jurnalis, pendamping hukum.
-
Pastikan militer kembali ke barak dan urusan sipil tidak ikut campur.
-
Jamin hak kebebasan berkumpul dan bersuara tanpa intimidasi.
Orasi‑orasi yang disampaikan juga menyuarakan bahwa aksi ini bukan bentuk makar, tapi wujud demokrasi. Tulisan di poster seperti “Prabowo hentikan kekerasan negara!” dan “protes bukan terorisme” jadi bukti bahwa aksi dilandasi kesadaran hak sipil.
Konteks Besarnya—Kenapa Ini Perlu Kamu Tahu?
Aksi ini bukan muncul tiba‑tiba. Demo ini muncul di tengah gejolak nasional—ada kekerasan aparat, ratusan yang diamankan, dan setidaknya 10 orang meninggal saat gelombang demo akhir Agustus lalu. API memperjuangkan hak demokratis di momen yang rawan represi.
Aliansi ini juga menyorot ketimpangan sosial: rakyat berhimpitan dengan upah di bawah UMR, tapi DPR dan pejabat justru diguyur dana dan tunjangan berlebihan. Mereka ingin agar negara berhenti boros demi rakyat kecil.
Konsekuensi aksi juga nyata: digabungnya simbol pink dan sapu lidi—pakai media sosial sampai jurnalisme—bikin demo ini mudah viral dan jadi perhatian nasional, bukan cuma satu hari doang.
Suaranya Didengar? Reaksi Pemerintah dan Publik
Hingga tulisan ini dibuat, belum ada jawaban langsung dari DPR ataupun Presiden. Tapi publik—termasuk netizen dan media internasional—memuji aksi damai ini sebagai simbol perubahan. United Nations (UN) bahkan menyerukan investigasi penuh atas kekerasan dalam demo sebelumnya.
Media seperti Reuters juga merekam aksi ini sebagai perlawanan simbolik perempuan—pakai pink dan sapu lidi—yang memprotes “police brutality” dan pemborosan negara. Mereka dipandang membawa pesan damai tapi tegas.
Penutup – Pink, Sapu, dan Harapan Demokrasi
Aksi Aliansi Perempuan Indonesia yang demo di depan DPR pakai pink itu bukan cuma budaya protes, tapi simbol perjuangan: lembut tapi berani, feminis tapi inklusif. Mereka pakai atribut rumah tangga untuk menyapu buruknya sistem; nggak fanatik, tapi tegas ingin perubahan.
Semoga pesan mereka tidak hilang oleh gaduh politik. Semoga tuntutan itu benar-benar didengar—ditanggapi bukan dilema, tapi jalan berubah lebih adil. Generasi kamu pantas dapat wakil yang bukan cuma mengabaikan, tapi melayani.