
wongjateng.com – Jakarta, 19 Agustus 2025 – Tagar “guru beban negara” tiba-tiba jadi trending di media sosial setelah viral video cuplikan pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam forum Konvensi Sains, Teknologi dan Industri (KSTI) ITB, pada Kamis, 7 Agustus lalu. Publik langsung bereaksi, menyudutkan Menkeu atas tudingan tak berempati terhadap profesi pendidik. Namun setelah diperiksa lebih cermat, sebenarnya Sri Mulyani tidak pernah menyebut kata “guru beban negara” secara langsung.
Klarifikasi Lengkap dari Sri Mulyani soal “Beban Negara”
Video yang viral justru menyertakan kata-kata yang tak diucapkan Sri Mulyani. Menurut Republik a, dari awal hingga akhir pidatonya, Menkeu tidak pernah mengatakan frasa “guru beban negara.”
Pada konferensi tersebut, ia justru menjelaskan tentang distribusi anggaran pendidikan dalam tiga klaster: manfaat bagi peserta didik, pendidik (gaji dan tunjangan), serta infrastruktur pendidikan. Ia menegaskan bahwa banyak pengguna media sosial berkeluh kesah bahwa “menjadi dosen atau guru tidak dihargai karena gajinya tidak besar.”
Selanjutnya, ia mengangkat tantangan keuangan negara. Menurutnya, perlu dipertanyakan apakah seluruh beban pembiayaan pendidik harus ditanggung oleh APBN, atau ada kebutuhan kontribusi dari pihak lain seperti masyarakat.
Reaksi Publik dan Pakar terhadap Pernyataan Sri Mulyani
Pernyataan Sri Mulyani cepat memicu gelombang kritik dari berbagai pihak. Aliansi Dosen ASN (Adaksi) menyatakan pendidik merasa terluka. Anggun Gunawan, Ketua Kornas Adaksi, menyebut ini mencerminkan ketidakberpihakan negara terhadap guru yang seharusnya jadi ujung tombak cerdaskan bangsa.
Ekonom Nailul Huda dari CELIOS bahkan menyebut pernyataan tersebut “tak bermoral” karena mereduksi tanggung jawab negara secara konstitusional. Ia menekankan pentingnya peran negara dalam kesejahteraan pendidik sebagai bagian dari mandat mencerdaskan kehidupan bangsa.
Di samping itu, pakar pendidikan Sri Lestari dari Universitas Muhammadiyah Surabaya mengkritik nada yang kurang empatik. Ia memperingatkan potensi privatisasi pendidikan serta kesenjangan akses akibat pernyataan yang menimbulkan kesan pinggirkan pendidik.
Konteks Anggaran Pendidikan dan Memangnya Apa yang Sudah Dilakukan Negara?
Menkeu menegaskan bahwa anggaran pendidikan 2025 mencapai Rp 724,3 triliun—sekitar 20% dari total belanja negara. Alokasi ini mencakup berbagai program seperti KIP Kuliah, PIP, BOS, BOPTN, LPDP, digitalisasi pembelajaran, serta Tunjangan Profesi Guru (TPG), termasuk ribuan guru non-ASN dan pembangunan sekolah.
Pemerintah juga dikabarkan telah menyiapkan anggaran signifikan untuk kesejahteraan guru dan dosen pada 2026. Presiden Prabowo menyebut, total alokasi anggaran sebesar Rp 178,7 triliun disiapkan khusus untuk gaji dan peningkatan kompetensi mereka.
Penutup
Poin Klarifikasi dan Tanggapan yang Diungkap Sri Mulyani
Sri Mulyani sebenarnya tidak menyebut gaji guru sebagai beban negara, seperti yang sempat tersebar di media sosial. Apa yang beliau sampaikan adalah frustrasi netizen tentang honor yang rendah bagi tenaga pendidik, serta refleksi serius mengenai model pendanaan pendidikan: apakah eksklusif dari negara atau juga melibatkan masyarakat.
Harapan ke Depan dari Publik dan Pendidik
Publik tentu berharap agar pemerintah tidak hanya berhenti pada klarifikasi, tapi juga menindaklanjuti dengan kebijakan konkrit yang menghargai peran guru dan dosen. Anggaran yang besar harus konkret menyentuh kesejahteraan pendidik secara nyata. Dan yang paling penting, komunikasi publik harus lebih berhati-hati agar tidak menyinggung profesi mulia.