
Gelombang Petisi Tolak Pemecatan Kompol Cosmas Menggema dengan Cepat
wongjateng.com – Hanya dalam waktu singkat, petisi penolakan atas Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) terhadap Kompol Cosmas Kaju Gae berhasil mendapatkan respons luar biasa. Data terbaru menunjukkan total tanda tangan mencapai 155.156, bahkan beberapa sumber menyebut angka mencapai 167.000+.
Petisi ini dipelopori Mercy Jasinta, seorang dosen asal Bajawa, Nusa Tenggara Timur (NTT), yang merasa keputusan pemecatan terlalu berat mengingat pengabdian dan dedikasi Kompol Cosmas selama bertugas. Petisi diluncurkan sejak 3 September 2025 dan langsung meraih dukungan masif dari masyarakat.
Respons publik datang dari berbagai kota, terutama dari komunitas Ngada, Flores, dan NTT—komunitas asal Kompol Cosmas dan Mercy. Mereka mendesak Kapolri, Komisi Kode Etik & Profesi (KKEP), dan DPR RI untuk meninjau kembali keputusan yang dianggap tidak adil.
Siapa Mercy Jasinta, Inisiator di Balik Gerakan Ini?
Mercy Jasinta adalah sosok yang melatarbelakangi petisi ini. Ia tinggal di Bajawa, Ngada, NTT, dan kini menjadi dosen di Politeknik St. Wilhelmus Boawae—setelah sebelumnya bekerja sebagai HR-GA di Jakarta.
Sebagai alumna Pascasarjana Universitas Merdeka Malang, Mercy juga aktif di organisasi sosial—beberapa waktu menjabat Ketua Divisi Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak di Forum Pemuda NTT Jakarta. Secara terbuka, ia menyatakan bahwa petisi lahir dari keprihatinan mendalam atas keputusan PTDH yang dianggap tidak proporsional.
Merasa terpanggil tidak hanya sebagai warga NTT, tetapi juga sebagai pendidik yang menganggap nilai keadilan dan kemanusiaan penting, Mercy pun memulai gerakan ini. Tujuannya bukan hanya membela individu, tetapi menyuarakan aspirasi masyarakat kecil yang merasa diabaikan.
Alasan Petisi ini Mendapat Respons Luar Biasa
Beberapa alasan kuat mengapa petisi ini cepat viral:
-
Konektivitas emosional – Kompol Cosmas berasal dari NTT seperti Mercy; narasi “pahlawan lokal” menyentuh hati diaspora dan warga asli. Banyak yang melihatnya sebagai bentuk solidaritas komunitas.
-
Nilai keadilan publik – Publik menilai PTDH terlalu keras untuk insiden kecelakaan yang tidak disengaja—apalagi pelaku dianggap sedang menjalankan tugas. Mercy menyuarakan bahwa sanksi yang menghancurkan karier tersebut perlu dikaji ulang.
-
Momentum emosional – Sidang etik dan putusan PTDH terjadi saat rasa nasionalisme dan keadilan sedang diuji. Petisi muncul sebagai bentuk protes damai sekaligus penegasan bahwa masyarakat masih peduli terhadap nilai kemanusiaan.
Reaksi dan Harapan di Balik Petisi
Respon publik bergerak cepat:
-
Pada 4 September siang, jumlah tanda tangan sudah mencapai 72.950.
-
Malam harinya melonjak ke 120–124 ribu.
-
Pada Jumat pagi, tercatat 166.194 dukungan.
-
Tepat petang, jumlah menembus 171.000.
Para pendukung berharap bahwa dorongan ini bisa memengaruhi Kapolri, KKEP, dan DPR untuk meninjau kembali keputusan PTDH. Mercy menegaskan bahwa mereka ingin rehabilitasi nama baik Kompol Cosmas, bukan pembenaran medis.
(Penutup): Petisi Ini Adalah Simfoni Rakyat dan Keadilan
Ringkasan
-
Focus Keyphrase: Petisi tolak pemecatan Kompol Cosmas digunakan secara natural di seluruh artikel.
-
Mercy Jasinta, dosen asal NTT, memprakarsai petisi Change.org sebagai bentuk nilai keadilan dan solidaritas komunitas.
-
Petisi berhasil meraih 155–171 ribu tanda tangan dalam kurang dari 24 jam, mencerminkan resonansi kuat publik.
-
Didasari oleh kecintaan lokal, rasa keadilan, dan momentum emosional, petisi ini jadi bentuk kritik damai terhadap keputusan PTDH.
Harapan ke Depan
Semoga arus dukungan masyarakat lewat petisi ini bisa membuka ruang dialog serius di institusi hukum dan Polri—tentang proporsionalitas sanksi, transparansi, dan mekanisme rehabilitasi dalam budaya hukum profesional. Ini juga jadi cermin bahwa masyarakat menuntut keadilan manusiawi, bukan sekadar prosedural.